Sabtu, 27 Desember 2014

Tentang Harapan dan Kenyataan

Untuk kamu,

Hai cinta, yang ada padaku saat ini bukanlah sebuah kenyataan. melainkan harapan akan bayang - bayang angan. pada anganku, aku berlari kencang di antara para bintang. namun pada kenyataannya, aku hanya menggeliat di antara debu dan tanah kusam. maklumkanlah, bergerak saja aku harus dititah, bagaimana kubisa terbang?

Aku hanyalah anak kemarin sore, tanpa ilmu yang penuh seperti para cendikiawan masa depan. kata - kata ku bisa dibilang tanpa makna. karena sesungguhnya, aku hanyalah filsuf dari diriku sendiri. itu pun belum sempurna.

sedangkan kau? kau jauh berada di atas ku. ibarat kau sebuah langit , aku adalah jurang terdalam dari absis yang terkikis oleh udara - udara yang terus bergerak. kau terlalu sempurna untukku. sehingga untuk bisa berinteraksi denganmu, aku harus melampaui bumi, mengitari matahari, dan menaklukan galaksi bimasakti. memang sulit aku memperjuangkan cinta dengan seorang yang begitu sempurna sepertimu. bukannya aku tak sanggup, kesanggupanku bahkan telah kunyatakan jauh sebelum kita bertemu. dan untuk masalah kesetiaan, jangan lagi kau ragukan kesetiaanku. sebab aku telah setia kepadamu, bahkan sebelum kita dipersatukan. lantas apa lagi yang bisa kuperjuangkan untukmu?

kematianku kah? baik, kalau untuk yang satu itu, tak bisa kuberikan kepadamu. kau memang pencipta angan bayang layang - layang, yang mengudara di langit lepas, kau adalah anganku. tapi, aku tak bisa berikan kematianku untukmu, kematianku adalah untuk dia yang menciptakan aku dan kau, semua tentang kita.

aku  memang tak punya senjata terbaru untuk memanah tepat hatimu. karena sesungguhnya, hal itu seharusnya kau yang lakukan padaku bukan? tapi tak apa. berhubung aku yang sangat mencintaimu, aku bersedia memperjuangkanmu.

dalam kenyataan ini kau memang mungkin tak sanggup untuk menyukaimu. ya karena aku buruk rupa. namun jika memang demikian, apakah arti semua memori dan kenangan yang kita nikmati bersama? apakah arti tatapanmu tajam merusuk dan menjantungi hatiku? kau. aku tak lagi tahan melihatmu berbuat demikian. cepat lah berikanku jawabmu.

bersediakah kau menyempurnakan harapanku, dengan mendampingiku menghadapi realita dan kenyataan ini?
aku menantikanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar